Jadi Begini Rasanya Nyetir Toyota C-HR Seharga Rp 490 Juta Itu

0
begini rasanya nyetir toyota c-hr
Andai saja Toyota C-HR harganya tidak semahal ini.

ROCKOMOTIF, Jakarta – Toyota mengejutkan banyak pihak termasuk para kompetitornya ketika merilis C-HR di Indonesia. Apalagi kalau bukan soal harganya yang kelewat mahal untuk sebuah mobil crossover kompak ini.

Toyota Astra Motor (TAM) memberikan harga yang setara dengan Toyota Fortuner untuk C-HR ini, yaitu Rp 488,5 juta dan Rp 490 juta. Padahal rivalnya yang satu segmen dengan C-HR tidak ada yang memberikan banderol semahal itu.

Anda bisa cek dan bandingkan sendiri lah, sudah banyak yang mengulas tentang betapa mahalnya C-HR ini. Bahkan kerabat Rockomotif pun sempat bertanya apakah harga C-HR itu betul segitu. “Tidak salah itu harganya,” ujar sang kerabat.

Tapi apalah arti sebuah harga mobil, pastinya Anda juga mengharapkan apa yang Anda dapat sebanding dengan yang Anda bayar, bukan? Ternyata setelah berputar-putar dengan Toyota C-HR ini selama kurang lebih 15 menit saja di kawasan Ancol ya rasa dibalik kemudinya tidak jauh berbeda dengan Mazda CX-3 dan Honda HR-V.

Maaf, tapi itu benar apa yang saya rasakan dalam sesi yang sangat singkat itu. Banyak juga yang bertanya untuk harga nyaris Rp 500 juta, kok Toyota hanya memberikan impresi singkat kepada rekan-rekan media.

Baca Juga: Laku 126 Unit, Yang Beli Toyota C-HR Bukan Orang Kaya Baru

Pihak TAM hanya beralasan tidak ada unit tes drive yang tersedia. Dari tiga unit yang hadir di Ancol ini pun benar-benar baru datang dari Thailand, negara di mana C-HR ini diproduksi.

“Suplai C-HR dari Thailand baru masuk sekitar seratus unit pertama. Jadi sebelumnya kami hanya punya satu unit pertama berwarna merah hitam itu yang dipakai saat peluncuran. Dan juga saat pameran IIMS 2018,” jelas Rouli Sijabat Public Relation Manager PT TAM di Ancol, Kamis (3/5).

Kabinnya cukup mewah dan bikin betah

Pengujian Yang Benar-Benar Singkat

Tapi sudahlah, yang penting selama 15 menit itu saya bisa berputar-putar di kawasan Ancol dengan mobil mahal yang sensasional ini. Sebagai informasi area pengujian ini hanya berputar-putar dari Ancol Jimbaran Resto sampai Pintu Timur Ancol ya.

Dari tampilannya memang mobil ini pasti bikin orang menolehkan kepalanya saat bertemu di jalan raya.

Begitu juga impresi awal saya saat pertama kali melihatnya secara langsung di world premiere Toyota C-HR ini di Geneva Motor Show 2016 silam. Saat itu pun, saya langsung menanyakan kepada pihak TAM kapan mobil ini hadir di Tanah Air. Saking terkesima dengan desainnya yang keren.

Tapi saat berada dibalik kemudinya, semua hal itu sirna. Mungkin karena faktor harga yang mahal itu, jadi ekspektasi saya terlalu berlebihan.

Mungkin jika harganya masih wajar dan kompetitif dengan yang lain di segmennya, saya masih menyukai berada dibalik kemudi C-HR ini.

Posisi duduk cukup nyaman dengan desain jok yang sedikit sporty

Kabinnya Cukup Mewah

Varian yang ada di Indonesia pun hanya satu, bermesin 1,8 liter 2ZR-FBE Dual VVT-i. Tenaganya mencapai 139 hp dan torsi 170 Nm. Mesin yang tanggung, karena sebenarnya C-HR di Eropa punya tiga mesin berbeda.

Mesin 1,2L turbo, mesin 1,8L plus motor listrik dan mesin 2.0L. Tapi karena Toyota Thailand hanya memproduksi C-HR 1,8L dan 1,8L Hybrid maka ya itulah yang bisa diboyong ke Indonesia.

Masuk ke dalam kabin, aura mewah cukup terasa di awal. Ada lapisan lembut ada dashboardnya. Layar hiburan pun sudah cukup modern. Jok kulit dan lingkar kemudi juga lapis kulit membuatnya mewah.

Baca Juga: Toyota C-HR Mobil Emosional, Pantas Harganya Bikin Istri Jadi Emosi

Sayang, saya tidak begitu menyukai tampilan panel instrumennya yang masih terasa seperti naik Innova. Padahal ini kan mobil dengan platform TNGA.

Platform TNGA ini bisa jadi yang diagung-agungkan oleh Toyota dari C-HR ini. Jika tidak mau dibilang biang kerok yang membuat harganya mahal. Padahal seharusnya platform yang digunakan untuk banyak model seharusnya bisa memotong harga jual mobil itu sendiri.

Ukurannya yang kompak membuatnya bisa bergerak lincah di perkotaan

Tapi konsumen mana urusan, suka dan punya duitnya ya tinggal bayar. Urusan enak apa enggaknya ya belakangan. Toh Toyota juga sudah bilang yang beli C-HR ini bukan orang kaya baru. Minimal sudah punya Alphard dan Camry di garasi mereka.

Tiga Mode Berkendara

Balik ke soal mobilnya, area pengujian yang singkat membuat saya hanya mencicipi akselerasi sedikit di jalur lurus. Toyota menyediakan tiga mode berkendara, Eco, Normal, dan Sport. Mirip-mirip di mobil Toyota masa kini lah.

Mode Sport memang memberikan akselerasi yang spontan dan tenaganya mengisi dari bawah hingga ke putaran 5.000 rpm. Tidak bisa lebih, karena jalannya sudah keburu habis.

Baca Juga: Kijang Buaya Generasi Pertama Ini Tuntaskan Touring Ke Timor Leste

Transmisi CVT 7-speed milik C-HR juga masih cukup responsif dan memberikan sensasi layaknya perpindahan gigi pada transmisi otomatis konvensional. Tidak seperti CVT milik Honda yang cuma bisa menggerung seperti naik motor matik.

Lingkar kemudinya ringan dan bermanuver di perkotaan pasti sangat mudah, bahkan untuk kaum wanita sekalipun. Yang saya kagumi adalah tingkat kekedapan kabinnya. Memang belum mencoba kecepatan tinggi di jalan tol ya, biasanya di situ baru terdengar apakah suara angin masih bisa masuk ke dalam kabin.

Baris kedua cukup sempit dan sepertinya tidak nyaman untuk pergi jauh

Fitur Cukup Seadanya

Untuk parking brake juga sudah elektrik, cuma sentuh tombol saja. Tapi yang saya sayangkan fitur seperti Rear Cross Traffic Alert yang terkesan mubazir di mobil berukuran kompak ini.

Ini bukan Fortuner yang jika Anda mundur pasti butuh bantuan dari teknologi semacam itu. Untuk fitur lainnya tidak ada masalah, dan sepertinya sudah harus menjadi standar di mobil-mobil Toyota lainnya.

Ada fitur Hill Start Assist, VSC, 7 airbag, Traction Control dan Blind-Spot Monitor. Ditambah tentunya dengan ABS, EBD dan BA.

Urusan pengendalian, mobil ini bisa dibilang baik mengingat ukurannya yang juga kecil. Sayangnya lagi, Toyota tidak menyediakan paddle shift di mobil yang katanya begitu emosional ini. Lalu di mana kenikmatan berkendaranya ya?

Saya yakin mobil ini lincah dan juga bisa diajak agresif jika pengemudinya bernyali. Tapi sekali lagi tampilannya yang begitu modern harus ternodai dengan desain velg yang begitu sederhana, jika tidak mau dibilang kurang sesuai.

Panel instrumennya terasa kurang sporty dan modern, anti klimaks dengan tampilan luarnya

Tetap Ada Pembelinya

Tapi dengan segala kelebihan dan kekurangannya, selama mobil ini berlambang Toyota maka akan ada saja konsumen yang membelinya. Dari hasil sampai 2 Mei kemarin sih sudah terjual 126 unit.

Mudah-mudahan nasibnya tidak berakhir tragis seperti Toyota Nav1 ataupun Etios, yang hanya seumur jagung saja singgah di Indonesia. Rasanya Toyota sudah harus memutar otak nih supaya mobil ini lebih bisa diterima konsumen.

Jangan sampai nanti kompetitornya datang dengan fitur lebih canggih dan harga kompetitif baru deh kebakaran jenggot. Apalagi kalau pabrikan China sudah menurunkan senjata barunya lagi.

Mungkin jika pengujian ini tidak begitu singkat saya bisa lebih mengeksplorasi rasa berkendaranya ketika di jalan tol. Dan juga manuvernya saat diajak meliuk-liuk di tengah kepadatan Ibukota. Ya mungkin suatu saat nanti.

LEAVE A REPLY