ROCKOMOTIF, Jakarta – Pemerintah sudah menerapkan strategi berupa kebijakan DP (Down Payment) nol persen untuk pembelian mobil listrik di Tanah Air. Meski hal tersebut dirasa mampu memberikan rangsangan, namun menurut pandangan peneliti senior dari Universitas Indonesia, Riyanto, ada hal lain yang juga harus menjadi stimulus.
Menurut kacamata Riyanto, meski nantinya pembeli mendapat ‘keistimewaan’ berupa FP nol persen, namun tetap saja harga mobil listrik belum sesuai dengan kantong masyarakat Indonesia. Tentunya ini terlepas dari golongan masyarakat tajir yang memiliki finansial tinggi.
Dalam diskusi online yang diselenggarakan oleh Forum Wartawan Otomotif, Kamis (26/11/2020) kemarin, Riyanto, menjelaskan stimulus lain yang bisa diterapkan oleh pemerintah untuk pembelian mobil listrik ini.
Baca juga: Mobil Listrik Juga Butuh Servis Berkala, Ini Kata Hyundai
“Sebenarnya yang ditunggu adalah suku bunga. Karena kalau (besaran) suku bungan masih tinggi dan tenornya (jangka waktu atau masa kredit) yang pendek, itu juga sama saja berat. Jadi (konsumen tetap) menanggung beban besar karena cicilannya sangat berat. Jadi, suku bunga juga harus dibedakan (dengan besaran suku bunga untuk kredit barang lain), sebagai insentif (pembelian kendaraan listrik),” jelas Riyanto, dalam diskusi daring tersebut.
Sebagai alternatif, Riyanto, menyarankan agar cicilan untuk kendaraan listrik bisa lebih terjangkau dan diberikan tenor atau masa pembayaran yang lebih lama dan mengacu pada usia pakai baterai kendaraan listrik.
“Harga ideal untuk mobil listrik dengan kondisi ekonomi di Indonesia, untuk low MPV listrik dengan tujuh penumpang adalah berkisar Rp 300 sampai Rp 350 jutaan,” imbuhnya.