ROCKOMOTIF, Jakarta- Warih Andang Tjahjono, pria Indonesia yang kini berada di pucuk pimpinan Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mengatakan, “Indonesia jangan hanya menjadi pasar, kita harus ikut serta mengisi market. Jika kita hanya sebagai pasar, ekonomi Indonesia tidak akan tumbuh.”
Tidak banyak orang Indonesia yang bisa berada di pucuk pimpinan sebuah perusahaan Jepang, apalagi TMMIN yang notabene saham mayoritasnya 95% dimiliki oleh perusahaan induk Toyota Motor Corporation (TMC).
Tapi bagi Warih Andang Tjahjono hal ini dirasa wajar, karena menurut pria kelahiran Pati, 11 Juli 1963 ini, Toyota selalu berusaha agar regional office mereka di seluruh dunia dipimpin oleh orang lokal.
“Toyota itu kan banyak regional office di seluruh dunia, kalau pengalaman semua regional itu banyak yang chief-nya orang-orang lokal. Nah, kalau bisa semua regionalnya juga seperti itu. Kalau TMMIN nih ada Warih yang paling tua, ya udah apa boleh buat. ya mungkin seperti itu,” ujarnya sembari tertawa.
Warih sendiri mengawali karirnya di Toyota Multi Astra pada tahun 1989 sebagai process engineer, kemudian dipindahkan ke bagian produksi sampai akhirnya menjabat posisi Division Head di pabrik Karawang.
Baru pada tahun 2011, ia dipercaya sebagai direktur baru pada 2014 menjabat sebagai Vice President Director TMMIN menggantikan Mr. Yoshiro Okamoto.
Menurut pria lulusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Semarang ini sebelum dipercaya menjadi President Director, ia merasa tidak ada indikasi apapun.
“Yang saya rasakan hanya ini. Vice President TMMIN itu dulu ada dua, saya itu sebenarnya bagian manufaktur saja, Akiyama itu bisnis dan sebagainya. Waktu beliau selesai hanya tinggal saya. Lalu bos bilang kamu seperti saya nih bisa lihat semua. Ya seperti itu saja indikasinya,” ujar pria yang masih kental dengan logat Jawa.
Warih menambahkan setelah itu, ia hanya merasa aneh saat dipanggil oleh Mr. Hiroyuki Fukui selaku President Director Toyota Astra Motor (TAM) tapi durasi pertemuannya hanya 15 menit saja. “Mr. Fukui hanya bilang kamu mulai April jadi President Director ya. Setelah itu Fukui bilang keep humble,” ungkap Warih.
Warih mengatakan pada saat President Toyota Motor Corporation, Akio Toyoda berkunjung ke Indonesia dan bertemu bapak Presiden Jokowi. Beliau menyampaikan, Toyota itu di mana pun berada harus memiliki kontribusi untuk negara masing-masing.
Jadi sebagai eksekutif, Toyota itu harus memiliki manfaat bagi negara. Inilah yang juga menjadi tugas Warih sebagai pemimpin di TMMIN
“Industri itu sebenarnya tidak hanya untuk Toyota saja, tapi juga industri secara total. Karena jika tidak membangun industri kita hanya akan menjadi pasar saja, padahal Indonesia itu kan besar banget. Contohnya, kepemilikan mobil di Indonesia itu per seribu orang hanya 80, di Thailand sudah 200. Kalau negara maju seperti jepang itu bisa 600-700. Jadi Indonesia itu sebenarnya masih jauh,” tegasnya.
Dan kini tanggung jawab Warih tak hanya seputar masalah dan kinerja pabrik Toyota saja, tapi juga bertanggung jawab terhadap konsumen Toyota dan juga kontribusinya bagi Negara.
“Sebagai manufaktur, sekarang itu bagaimana meningkatkan respon ke konsumen. Karena secara produk bisa dibilang kualitasnya sekarang ini hampir sama. Jadi kita harus bisa meningkatkan respon ke konsumen lebih cepat. Sehingga konsumen merasa industri otomotif ini memberikan perhatian ke mereka,” tukas Warih.
Karena itu menurut Warih sekarang ada engineer TMMIN yang bekerjasama dengan TAM untuk memperhatikan respon konsumen itu seperti apa.
“Kalau model change itu kan 4 sampai 5 tahun, nah ini untuk mengisi celah antara itu. Contohnya saat kita memasang Heykers di GIIAS, juga Venturer. Itu contoh jawaban kita terhadap konsumen Toyota. Itu hasil karya desainer Indonesia untuk konsumen Indonesia,” tukas pria yang tak bisa lepas dari asap rokok ini.
Kini, sebagai perusahaan manufaktur di sektor otomotif, tantangan terbesar di Indonesia masih ada beberapa isu mengenai raw material. Karena menurut Warih, Indonesia punya sumber daya yang besar, tapi justru malah banyak raw material yang masih impor.
“Jadi lokal konten kita itu diproses dan diproduksi di sini, tapi raw materialnya masih impor. Jadi tantangannya sekarang adalah bagaimana raw materialnya itu dari sini juga,” ucapnya.
Tantangan yang kedua adalah bagaimana memperkuat supply chain, terutama yang kecil-kecil, seperti tier 2 dan tier 3. Karena jika mereka kuat nantinya produk-produk yang mereka hasilkan itu bisa digunakan juga oleh merek lain tidak hanya untuk Toyota saja.
Tak hanya itu, kini persaingan semakin ketat. Menurut Warih kita harus bisa membuktikan kalau Indonesia itu ramah terhadap investor, aman untuk berinvestasi. Agar semakin banyak yang industri yang berinvestasi di Indonesia.
Warih juga mengatakan Indonesia harus berani berkorban untuk mendapatkan investor. “Untuk menarik investasi kita harus memberikan insentif terlebih dahulu. Karena nantinya investasi itu akan balik lagi ke pemerintah. Industri itu kan akan memberikan lapangan pekerjaan, yang berarti akan menambah pajak bagi negara.”
Sekarang ini, kompetisi di sektor industri tidak hanya menjadi kompetisi di antara negara-negara berkembang saja, tapi negara-negara maju juga ikut berkompetisi. Warih menjelaskan jika di negara maju seperti Jerman sudah mengurangi corporate tax hingga hanya 15 persen. Singapura 20 persen, sementara kita masih 30 persen.
Menurut Warih sinyal kebijakan-kebijakan ke depan yang dilihat oleh investor apakah pemerintah mendukung industri, kedua demokrasi dan situasi politik seperti apa, meski ada dinamika politik tapi situasi negara harus tetap aman.
“Jangan melupakan industri. Boleh awalnya dagang, tapi ke depannya harus bisa menjadi sebuah industri. Indonesia jangan hanya menjadi pasar, kita harus ikut serta mengisi pasar. Jika kita hanya sebagai pasar, Indonesia pasti ekonominya tidak akan tumbuh. Karena kita hanya kebagian beli saja, sementara uangnya dibawa keluar,” tutupnya mengakhiri perbincangan malam itu.