ROCKOMOTIF, Kuala Lumpur – Inilah mobil hybrid pertama C-Class, seperti apa performa dan efisiensi C 350e yang merupakan mobil plug-in hybrid pertama di line-up C-Class di seluruh dunia ini? Saya mendapat kesempatan untuk mengendarai mobil ramah lingkungan ini dengan rute jalan tol dari Kuala Lumpur hingga ke Singapura.
Di Malaysia, Mercedes-Benz sudah mulai memasarkan model hybrid mereka seiring dengan adanya potongan pajak bagi kendaraan ramah lingkungan ini dan sudah mendapat porsi di hati publik Malaysia karena varian hybrid Mercedes mampu menyumbang penjualan sebesar 25% sejak diluncurkan.
Tampilan luarnya memiliki sedikit diferensiasi dari C-Class bermesin konvensional, seperti lampu depan yang memiliki imbuhan warna biru sebagai tanda jika ini adalah mobil hybrid. Begitu juga dengan piranti kaliper rem depan yang juga berlapis warna biru. Di bagian belakang, Mercedes menyediakan outlet untuk charging tepat di bagian bumper sebelah kanan. Selebihnya sama dengan C-Class yang sudah beredar di Indonesia.
Begitu juga di dalam kabin, perbedaan yang terlihat hanyalah pada C 350e ini terdapat tombol untuk mengatur pemilihan mode hybrid-nya. Begitu membuka kap mesin terlihat tulisan hybrid besar di covernya.
Motor Listrik 80 hp
Mesinnya menggunakan 4-silinder 2.0 liter turbo bertenaga 211 hp dan torsi 350 Nm yang berpadu dengan motor listrik yang terletak di antara mesin dan girboks transmisi 7G-Tronic dengan output 80 hp dan torsi 340 Nm. Jika ditotal, C 350e ini punya tenaga dan torsi maksimum 279 hp dan torsi raksasa 600 Nm. Mercedes mengklaim, C 350e bisa berakselerasi 0-100 kpj dalam 5,9 detik.
Sebagai mobil hybrid, keistimewaan C 350e adalah efisiensinya. Ia diklaim mampu berjalan dengan efisiensi kombinasi 47 kpl. Dalam keadaan mode full electric (E-Mode), baterai dengan pendingin air ini mampu menjalankan mobil sejauh 31 km untuk setiap pengisian penuh dengan kecepatan maksimal hingga 130 kpj. Jarak tempuh itu datang dari baterai lithium-ion berkapasitas 6,2 kWh.
Untuk sekali isi ulang, baterai seberat 100 kg yang terletak di bagasi belakang ini hanya membutuhkan waktu 1 jam 45 menit, dengan menggunakan charger wallbox Mercedes. Sementara jika menggunakan sumber listrik rumah bisa membutuhkan waktu lebih dari dua jam.
Secara standar, mobil ini akan menyala dengan mode Hybrid, di mana mode listriknya bergantung pada sisa kapasitas baterai. Jadi begitu menyala, Anda tidak akan mendengar suara mesin. Kemudian ada pilihan E-Mode yang benar-benar murni mengandalkan motor listrik saja.
Lalu ada E-Save yang menjaga agar kapasitas baterai tetap tersedia dan akan digunakan jika kondisinya benar-benar diperlukan. Terakhir adalah mode Charge, di sini mesin bensin akan digunakan untuk mengisi ulang baterai.
Melaju Tanpa Emisi
Saat perjalanan awal dari diler Mercedes-Benz di TREC, Kuala Lumpur, kami mencoba untuk menggunakan mode E-Mode untuk menguji kemampuan dari motor listrik C 350e ini. Mobil pun langsung mengarah ke jalan tol untuk menuju pemberhentian pertama di rest area Machap sejauh kurang lebih 200 km.
Melesat dengan mode listrik membuat C 350e ini sunyi tanpa ada suara mesin, hanya sayup-sayup terdengar suara putaran roda, apalagi saat speedometer menunjukkan angka 120 kpj.
Begitu jalan terasa lengang, kami sedikit penasaran dengan lontaran tenaga dan torsi besar yang dimiliki sedan kompak Mercedes ini. Ketika pedal gas kami injak penuh, mobil pun langsung menyalakan mesin bensin guna memenuhi ekspektasi pengemudi dalam menambah akselerasi.
Baca Juga: Mercedes-AMG Project One: Mengusung Teknologi F1
Sebenarnya mobil hybrid tidak terlalu terasa pengaruh efisiensinya jika Anda berkendara di jalan tol dengan kecepatan di atas 100 kpj. Beda jika Anda menggunakannya di dalam kota apalagi saat terjebak kemacetan, itu baru mode hybrid memberikan pengaruhnya secara langsung.
Namun jalur sepanjang lebih dari 400 km menuju Singapura memang hanya didominasi dengan rute jalan tol. Meskipun terdapat batas maksimal kecepatan 110 kpj, namun di Malaysia sedikit longgar sehingga kami masih berani memacu sedan hybrid ini hingga kecepatan lebih dari 200 kpj.
Suspensi Airmatic
Menariknya C 350e versi Malaysia ini sudah dilengkapi dengan suspensi Airmatic. Piranti peredam kejut udara ini akan membuat pengendaraan nyaman jika di dalam kota, tapi jalur tol lebih baik mode berkendara diatur ke mode Sport atau Sport+ agar setingan suspensi menjadi lebih kaku dan dapat memberikan pengendalian yang lebih baik di kecepatan tinggi.
Memasuki wilayah Singapura dari perbatasan Woodlands, kami pun berhadapan dengan kondisi lalu lintas yang lebih teratur dengan kecepatan maksimal 90 kpj. Cruise control pun lebih banyak mengambil alih peranan ketimbang kaki kanan. Hasilnya sedan hybrid ini pun lebih banyak mengandalkan motor listrik untuk menggerakkan roda belakangnya hingga ke perhentian kami di hotel Ritz Carlton Milenia.
Kapan Masuk Indonesia?
Di Malaysia sendiri, pihak Mercedes-Benz berani menjual kendaran hybrid mereka di angka Rp 900 jutaan. Relatif murah, karena pemerintah Malaysia tidak memberikan pajak bagi mobil hybrid atau mobil listrik. Malaysia pun sudah berbenah dengan menyiapkan infrastruktur bagi mobil-mobil hybrid dan listrik. Menurut Mark, sejak 2016 di Malaysia kini sudah memiliki 300 titik charging station dan akan terus bertambah.
Berbeda dengan di Indonesia, kendaraan hybrid bahkan lebih mahal. Pemerintah pun menerapkan pajak lebih tinggi, karena mobil hybrid dianggap memiliki dua penggerak roda, mesin bensin dan baterai. Pihak MBI pun mengaku cukup kesulitan memboyong mobil ini ke Indonesia lantaran kebijakan mobil listrik hybrid yang belum jelas. Tapi yang jelas, mobil hybrid pertama C-Class ini hadir di ajang GIIAS 2017 meskipun belum resmi dijual.