ROCKOMOTIF, Jakarta – Di tengah gelaran Indonesia International Motor Show (IIMS) 2025, Ikatan Motor Indonesia (IMI) melalui salah satu divisinya yakni Mobilitas, kembali menggelar diskusi tentang kustomisasi kendaraan bermotor sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2023.
Kali ini, diskusi yang berlangsung pada Sabtu (15/02/2025) berlangsung di Hall C1 dengan menghadirkan beberapa narasumber, seperti Riftayosi Nursatyo Sudjoko selaku Ketua Tim Rancang Bangun Kendaraan Bermotor Dirjen Hubungan Darat Kemenhub RI, kemudian Rifat Sungkar selaku Wakil Ketua IMI Mobilitas, serta Diggy Rachim sebagai Ketua Modifikasi IMI yang juga seorang pelaku industri Dyna Works.
Dalam keterangannya, Rifat Sungkar, mengungkapkan kustomisasi kendaraan tidak selalu menghadirkan estetika semata, tetapi juga dilakukan untuk kebutuhan khusus seperti penyandang disabilitas sehingga mereka memiliki panduan yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Dengan adanya regulasi ini, kendaraan hasil modifikasi memiliki dasar hukum yang jelas, sehingga lebih aman digunakan di jalan raya. Indonesia memiliki potensi besar dalam industri ini. Dengan regulasi yang jelas, kita tidak hanya menumbuhkan industri lokal, tetapi juga membawa nama Indonesia ke panggung internasional,” jelas Rifat, dalam keterangannya.
Di samping itu, melalui adanya peraturan terkait kustomisasi kendaraan, Riftayosi Nursatyo, menambahkan bahwa dengan adanya peraturan tersebut pelaku industri memiliki jalur yang lebih jelas dan terstruktur.
“Regulasi ini merupakan langkah besar dalam mendukung kreativitas dan inovasi di industri otomotif. Namun, masih ada tantangan yang perlu diselesaikan, termasuk penyederhanaan prosedur sertifikasi dan biaya uji tipe agar lebih terjangkau bagi bengkel kecil dan menengah,” katanya.
Pelaksanaan uji tipe kendaraan kustom masih menemui beberapa tantangan. Salah satu yang paling krusial adalah biaya pengujian yang masih setara dengan kendaraan baru dari Agen Pemegang Merek (APM). Total biaya untuk sekali uji mencapai Rp12,5 juta, dan jika tidak lulus, pelaku usaha harus membayar kembali per jenis item yang diuji. Jika kendaraan lulus, masih ada tambahan biaya Rp30 juta untuk penerbitan sertifikat uji tipe (SUT/SRUT).
Di sisi lain, pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) menghadapi keterbatasan dalam memiliki alat ukur yang komprehensif, seperti alat timbang, alat uji efisiensi rem, serta alat ukur pencahayaan lampu.
“Jika alat ukur ini terpenuhi, maka secara otomatis pengisian data spesifikasi teknis akan lebih akurat, sehingga mempercepat proses legalisasi kendaraan kustom,” pungkas Diggy Rachim.
Dengan diterbitkannya PM 45 Tahun 2023, diharapkan industri kustomisasi di Indonesia semakin berkembang dan mampu bersaing di tingkat global. Regulasi ini juga menjadi langkah penting dalam memberikan kepastian hukum bagi penggiat otomotif dan pelaku usaha modifikasi. (*)