ROCKOMOTIF, Jakarta – Isu mengenai akan diberlakukannya Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap industri pelumas kendaraan ternyata berpolemik. Pasalnya biaya untuk pengurusan sertifikat SNI itu akan memakan biaya hingga Rp 500 juta per produk selama empat tahun.
Di mana beban biaya tersebut nantinya akan dibebankan kepada konsumen ke dalam harga jual pelumas. Tentunya hal ini akan berimbas pada kenaikan harga pelumas yang tidak sedikit.
Hal ini diungkapkan oleh Perhimpunan Distributor, Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI). Menurut Paul Toar selaku Ketua Perdippi sebenarnya Pemerintah sudah punya peraturan yang mengatur industri pelumas ini.
Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi 019K/34/M.PE/1998 tentang Wajib Daftar Pelumas Yang Beredar Di Dalam Negeri, telah menerbitkan peraturan tentang Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) sebagai upaya melindungi konsumen di Indonesia dalam mendapatkan produk pelumas yang berkualitas.
Regulasi itu terbukti efektif karena sejak diberlakukan 20 tahun lalu hingga saat ini, tidak ada berita-berita tentang kerusakan mesin akibat pelumas yang tidak bermutu.
Baca juga: Ternyata Pertamina Sudah Jual BBM Berstandar Euro 4 di Indonesia
Regulasi tersebut terus diperkuat sesuai dengan perkembangan kebijakan pemerintah. Terbukti, melalui Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2001 pemerintah mewajibkan prosedur uji laboratorium dan pendaftaran bagi semua pelumas yang beredar di Indonesia.
Sudah Melalui Uji Laboratorium
Syarat pengajuan NPT tersebut juga sudah melalui pengujian di laboratorium terhadap 14 parameter fisika kimia secara lengkap dan cermat oleh Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) Kementerian ESDM. Proses seperti itu berlangsung hingga saat ini.
Proses ini sekaligus menjadi bukti bahwa pengawasan kualitas pelumas yang beredar serta perlindungan kepentingan konsumen pelumas di Indonesia telah lengkap dan pasti.
Dengan demikian, pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib bagi produk pelumas di Tanah Air, justru mempersempit cakupan landasan standar kualitas yang telah ada.
“Oleh karena itu, kami sangat menyesalkan pernyataan dari Juergen Gunawan dari MASPI (Masyarakat Pelumas Indonesia) perihal perlunya SNI untuk melindungi konsumen. Pernyataan tersebut sangat pincang. Karena standar mutu pelumas sudah dijamin dengan regulasi NPT yang meliputi seluruh pelumas yang beredar tanpa kecuali,” ujar Paul.
Ia juga menambahkan jika standar mutu pelumas sudah mengacu pada syarat–syarat standar internasional bagi pelumas yang belum ada SNI-nya. Dan mengacu pada standar SNI bagi pelumas yang sudah ada SNI-nya dari BSN (Badan Standarisasi Nasional).
Baca juga: Busi Mobil Brisk A-Line Berkualitas Iridium Dijual Rp 75 ribu
Dengan dasar NPT itu pula, lanjut Paul, pelumas yang beredar di Indonesia telah terbukti sebagai pelumas yang memenuhi standar mutu tidak hanya SNI tetapi juga internasional. Karena itu pula, Paul menilai pernyataan Juergen bertentangan dengan fakta tersebut.
“Aspek yang tidak disinggung oleh Juergen Gunawan adalah biaya sertifikasi SNI yang berkisar Rp 500 juta per produk per empat tahun. Biaya ini pasti akan menjadi beban konsumen, terutama jika dibandingkan dengan biaya sertifikasi NPT yang hanya sekitar Rp 10 – 15 juta per lima tahun,” ujarnya.
Besarnya biaya proses uji laboratorium yang dikenakan sebagai syarat ketentuan SNI Wajib tersebut dipastikan akan semakin membebani industri dan konsumen. Sebab, semua biaya itu pada akhirnya dibebankan kepada konsumen dalam komponen harga.
Mempersulit Produk Impor
Pada sisi lain, industri juga akan semakin sulit bersaing. Sehingga, patut diduga upaya pemberlakuan ketentuan SNI Wajib tersebut merupakan bagian dari cara menghadang produk impor dalam persaingan.
“Dari yang kami ketahui dari berbagai sumber, wacana pemberlakuan SNI wajib bukan dimaksudkan sebagai perlindungan konsumen. Namun untuk menjadi non tariff barrier bagi pelumas impor. Dampak sampingnya pasti juga akan mematikan daya saing dari perusahaan – perusahaan pelumas lokal yang kecil,” tambah Paul.
Padahal, selama ini keberadaan NPT telah menjamin kesehatan industri yang terus berkembang. Terlebih koordinasi antara Kementerian ESDM dengan Mabes Polri, SAE Indonesia, Asosiasi, YLKI, sebagai tindak lanjut dari kebijakan NPT itu telah berjalan efektif.
Sekadar catatan, perkiraan biaya sertifikasi SNI per SKU nilainya sebagai berikut. Biaya sertifikat Rp 10 juta, biaya audit pabrik/tahun Rp 35 juta – Rp 100 juta, biaya sertifikat lain Rp 5 juta. Lalu ada biaya test dan evaluasi Rp 20 juta dan biaya akomodasi/orang Rp 10 juta – Rp 100 juta.
Dengan demikian, total biaya tersebut mencapai Rp 80 juta – Rp 235 juta per tahun per SKU (Stock Keeping Unit). Biaya ini belum termasuk engine performance test, surveillance test, re-test, re-audit, serta pajak.
Jadi siap-siap ya bagi pemilik kendaraan jika harga pelumas bakal naik nih.