ROCKOMOTIF, Jakarta – Pertentangan mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang wajib bagi pelumas otomotif masih terus berlanjut. Kabar terbaru Pemerintah sudah siap menerbitkan SNI untuk pelumas otomotif melalui Kementrian Perindustrian dalam waktu dekat ini.
Namun di sisi lain masih ada pihak yang mengambil sikap menolak hal ini. Perhimpunan Distributor dan Importir Pelumas Indonesia (PERDIPPI) sebagai pihak yang menolak SNI ini memberi catatan terkait alasan yang diungkapkan sebagai dasar penerbitan aturan SNI Wajib tersebut.
“Ada sejumlah alasan yang dijadikan dasar dari penerbitan aturan SNI itu yang bertentangan dengan fakta di lapangan. Sehingga, alasan-alasan yang diungkapkan tersebut tidak berdasar. Atau bahkan bertentangan dengan realitas yang ada,” papar Ketua Umum PERDIPPI, Paul Toar.
Baca juga: Standar SNI Untuk Pelumas Rugikan Konsumen Karena Hal Ini
Padahal setelah nanti terbit pun, proses pemberlakuanya secara efektif masih membutuhkan masa transisi. Tapi proses pengajuan pemberlakuan SNI Wajb Pelumas itu berjalan lancar. Setelah diajukan pada Februari lalu, proses notifikasi berlangsung selama tiga bulan dan saat ini proses sudah berada di biro hukum kementerian.
Tiga Alasan Yang Tidak Masuk Akal
Menurut Paul, jika alasan penerbitan SNI Wajib itu dikarenakan pelumas impor tidak bisa dijamin kualitasnya, hal itu sama sekali tidak benar. Pasalnya, lanjutnya, proses produksi pelumas impor telah melalui proses pengujian laboratorium Lemigas dengan 14 parameter uji kimia fisika, sebelum diizinkan beredar.
“Mereka adalah minyak pelumas produksi berbagai perusahaan minyak raksasa dunia yang diakui kualitas produk dan kredibilitasnya. Seperti Shell, Exxonmobil, Mobil 1, Total, Castrol dan seterusnya. Kualitasnya sudah dijamin di negara asal masing-masing,” ungkap Paul.
Kedua, tudingan yang dijadikan alasan kedua penerbitan aturan yakni pasar pelumas nasional dikuasai oleh impor juga tidak beralasan. Fakta menunjukan, sampai saat ini perusahaan Badan Usaha Milik Negara, yakni Pertamina masih menguasai 70% lebih market share minyak pelumas di Indonesia.
Sedangkan alasan ketiga, yakni dengan SNI Wajib maka negara memproteksi pelumas dalam negeri dari pelumas impor juga terbukti tidak benar. Fakta berbicara, bahan baku minyak pelumas produksi dalam negeri ternyata juga diimpor.
Anggapan bahwa BSN (Badan Standardisasi Nasional) memberikan legalitas SNI, tidak tepat. Yang memberikan sertifikasi adalah LSPro (Lembaga Sertifikasi Produk) yang sudah diakreditasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional).
Dalam hal mau memberikan sertifikasi SNI Pelumas, LSPro perlu menguji 14 parameter fisika/kimia pelumas. Sampai saat ini belum ada laboratorium LSPro yang memiliki kemampuan menguji 14 parameter tersebut dan hanya laboratorium LEMIGAS yang lengkap kemampuan ujinya.
“Karena Indonesia belum bisa memiliki kualitas bahan baku dan teknologi yang sangat kompleks dan terus berkembang,” kata Paul.
Imbas Kepada Harga Jual
Begitu pun dengan alasan lain yang menyatakan regulasi tentang pelumas di Tanah Air belum jelas sehingga dibutuhkan standar SNI Wajib juga tidak terbukti. Sebab, sampai saat ini, regulasi pelumas yang ditetapkan pada tahun 1998 yakni Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) di mana standar SNI juga dimasukan di regulasi itu, tetap berjalan secara stabil.
“Oleh karena itu, jika nanti ada aturan baru lagi, yakni SNI Wajb Pelumas maka akan terjadi dualisme atauran yakni antara SNI dan NPT. Sehingga akan terjadi kerancuan di pintu masuk bagi bea cukai dan di jalur distribusi untuk kepolisian,” ungkap Paul.
Di samping itu, kata Paul, biaya pengurusan SNI Wajib akan berkisar Rp 500.000.000,- /SKU/4 tahun. Ini akan mematikan produsen dalam negeri yang berskala kecil dan sudah berinvestasi triliunan rupiah.
Ujung-ujungnya, masyarakat yang selama ini telah mendapatkan layanan terbaik dengan hadirnya pelumas berkualitas dengan harga terjangkau serta mudah diperoleh, juga akan menghadapi kesulitan.