ROCKOMOTIF, Jakarta – Hadirnya pembalap baru di ajang balap, tentunya menjadi angin segar bagi penyelenggara balap. Di samping bertambahnya peserta, juga bertambah pula pundi keuangan yang mereka dapatkan dari peserta baru tersebut. Namun, hal tersebut tidak diimbangi dengan informasi yang vital kepada pembalap baru tersebut.
Setidaknya pada gelaran balap yang diadakan di Sirkuit Sentul, Bogor, Jawa Barat, ini sudah kali kedua menjadi pengganjal bagi pembalap yang benar-benar tengah bertarung poin di atas lintasan balap. Bahkan, lebih tragisnya lagi, pembalap baru tersebut tidak mengindahkan sama sekali pengibaran bendera yang dikibarkan oleh marshall.
Kejadian pertama terjadi ketika seri tiga yang dilangsungkan awal Agustus 2019. Saat itu, Zharfan Rahmadi, pembalap Banteng Motorsport yang tengah memimpin jalannya balapan Honda Jazz Speed Challenge (HJSC), harus menerima hasil yang tidak mengenakkan lantaran kecerobohan pembalap baru.
Baca juga: Mimpi Buruk Toyota Team Indonesia di ISSOM Night Race 2019
Ketika Zharfan masuk tikungan kedua, pembalap baru tersebut berada di depan Zharfan. Sementara Zharfan yang tengah berada di posisi paling depan, ingin melakukan overtake dan mengambil sisi kiri, seketika kemudian pembalap tersebut kemungkinan panik dan menghantam mobil Honda Jazz dengan nomor 45 milik Zharfan tersebut.
“Jadi pertamanya saya ambil kanan, abis itu dia tetap di race line. Begitu saya buang ke kiri, sudah masuk setengah bodi mobil, tiba-tiba dia ambil kiri juga. Mungkin karena kaget di belakang kanannya banyak orang, dia juga buang ke kiri dan enggak melihat ada saya, makanya kena,” jelas Zharfan.
Jika dilihat berdasarkan target promotor yang ingin menjaring banyak peserta, memang ini merupakan pencapaian yang ingin mereka capai. Tetapi di lain sisi, ketika ada pembalap baru yang ingin balapan, seyogyanya penyelenggara bisa menindaklanjuti beberapa hal dari pembalap baru tersebut. Seperti mengetahui dasar balap, bisa mengendarai mobil dengan baik, serta paham mengenai regulasi dan ‘tata krama’ saat berada di dalam lintasan.
Baca juga: Mencicipi Dua Motor Baru Yamaha di Sirkuit Sentul
Berkaca dari kasus Zharfan yang harus kehilangan podium pertamanya tersebut, alangkah baiknya memang setiap peserta balap yang boleh dikatakan baru, harus melewati beberapa fase. Paling tidak mereka mengerti mengenai dunia balap, bukan hanya sekedar punya uang, punya mobil, lalu ikut balapan. Sejatinya, balapan bukan sebuah permainan yang bisa diikuti siapa saja, karena ada jenjang dan tingkatan yang harus dilewati.
“Ya kalau menurut saya, orang pengin balap enggak salah. Cuma kan setiap briefing selalu dibilangin safety. Tapi kalau caranya enggak melihat dan tidak mengikuti regulasi yang ada di time limit 107 persen berarti safetynya tidak diperhatikan. Berarti balik lagi ke penyelenggara, mau seperti apa? Mereka ingin membuat pembalapnya maju, tapi yang bikin balapannya tidak maju, simplenya gitu kan? Ya harusnya seleksinya diperketat lagi lah, untuk pembalap baru,” bebernya.
Kejadian serupa pun berlanjut saat seri keempat yang dilangsungkan akhir Agustus kemarin. Hanya saja, saat seri empat kemarin, kejadiannya tidak senahas yang dialami oleh Zharfan, tetapi tetap saja mereka yang benar-benar mengejar poin, akan merasa terganggu dengan pembalap baru yang kapasitasnya hanya ‘jalan-jalan’ di dalam sirkuit.
Baca juga: Semua Pembalap Pertamax Turbo GRT Sukses Raih Podium
Berdasarkan pemantauan di lintasan, tidak hanya pada satu balapan, pembalap baru tersebut juga tersebar pada dua balapan berbeda. Pertama di Kejuaraan European Touring Car Championship (ETCC), dan Kejurnas Indonesia Touring Car Race (ITCR) Max. Entah karena ingin merasakan suasana balapan malam, atau memang ingin mencoba seperti apa rasanya balapan.
Jika melihat dari hasil akhir balapan dan catatan waktu terbaiknya, sudah terlihat gap waktunya sangat jauh. Bahkan, pembalap baru tersebut hanya menyelesaikan delapan lap dari dua belas lap yang diwajibkan.
“Ditambah lagi ada pembalap baru, itu lama banget pas mau start. Posisi Romy Tahrizi (pembalap Pertamax Turbo GRT) memulai balapan dari pitwall, kan dia bisa keluar pitwall kalau mobil terakhir di starting grid masuk tikungan pertama, nah ini lama banget. Pas kualifikasi juga sama, begitu dia masuk lintasan marshall langsung kasih bendera merah. Dia melintang di tikungan terakhir, waktu kualifikasi jadi terbuang dan tidak bisa maksimal,” beber Hadi Taruna dari Pertamax Turbo GRT.
Sementara itu, jika harus ada seleksi pembalap baru yang ingin bergabung, hal tersebut juga membutuhkan waktu dan uang. Tidak mungkin penyelenggara meng-hire seseorang yang compatible dalam urusan tersebut, tetapi tidak ada bayaran. Hanya saja, apakah penyelenggara atau promotor atau pihak lainnya mau mengeluarkan dana untuk hal tersebut?
Last but not least, dengan adanya beberapa kejadian seperti di atas, baik penyelenggara, promotor, atau race director dapat lebih peka terhadap hal seperti ini. Jangan sampai, ‘kepentingan pribadi’ berada di atas ‘kepentingan golongan’.