ROCKOMOTIF, Jakarta – Kabar mengenai Sirkuit Sentul Internasional yang terletak di Bogor, Jawa Barat, bakal ditutup permanen lantaran akan dijadikan perumahan oleh pengembang properti, masih menarik banyak pihak, terutama kalangan motorsport Tanah Air.
Dalam beberapa informasi, disebutkan bahwa pengelolaan sikruit yang berada di bawah Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto melalui salah satu perusahaannya, akan berakhir pada 2026 mendatang dan diambil alih oleh pengembang properti Ciputra.
Menanggapi hal tersebut, salah satu tokoh motorsport Tanah Air sekaligus Ketua IMI Mobility, Rifat Sungkar, menyayangkan apabila hal tersebut terjadi. Menurutnya, ini persoalan dilematis dan Indonesia butuh sirkuit yang lebih banyak lagi, bukan hanya satu atau dua saja.
“Begini, negara kita itu gede banget dan terbagi dari beberapa sub daerah atau region, jadi sebenarnya kalau kita berkaca pada Jepang atau Inggris yang negaranya lebih kecil, mereka punya sirkuit puluhan. Jadi sebenarnya sebanyak-banyaknya sirkuit sama saja seperti restoran padang, enggak ada yang cukup,” buka Rifat saat ditemui di Jakarta (2/6/2024).
Di samping itu, Rifat, mengungkapkan sebelum hal tersebut benar-benar terjadi nanti, maka langkah yang harus dilakukan adalah membuka sirkuit baru untuk mengakomodir kebutuhan industri motorsport Tanah Air.
“Tapi kalau sampai isu Sentul sampai 2026 itu terjadi dan dipegang oleh pengembang properti, kita si ngerasa sangat amat kehilangan. Jadi kita harus banget punya pengganti Sirkuit Sentul, di daerah Jawa Bagian Barat,” tambahnya.
Suami Sissy Priscillia ini memberikan penjelasan terkait calon wilayah yang menjadi target tersebut. Pulau Jawa bagian barat memang harus menjadi pusat dari kegiatan motorsport, karena berpatokan pada beberapa hal.
“Kenapa harus di situ? Karena komunitas otomotif terbesar di Indonesia baik dari sisi jumlah kendaraan, baik dari sisi banyaknya klub serta dari sisi banyaknya atlet, itu paling besar di daerah sini, jadi kita perlu itu,” sambung Rifat.
Lantas bagaimana langkah selanjutnya? Untuk langkah yang paling cepat agar industri motorsport tetap bisa berjalan andai Sirkuit Sentul ditutup, Rifat, mengungkapkan strateginya adalah dengan meyutilisasi sirkuit yang ada di Ancol, Jakarta Utara.
“Sebenernya utilisasi yang paling cepat dalam emergency situation harus meyutilisasi sirkuit Ancol, itu yang paling cepat yang kemarin dipakai Formula E, itu ada opsi yang paling cepat. Tapi Sirkuit Ancol itu street circuit, yang punya resiko lebih gede, karena sirkuit lebih kecil, tembok lebih deket, dan masih banyak lagi. Dan yang kedua adalah harus punya program utilisasi (sirkuit) Mandalika selama masa transisi. Kenapa? Karena selama ini hambatan ke Mandalika bukan karena sirkuitnya, tapi mobilisasi dan logistik,” bebernya.
Terkait biaya yang harus dikeluarkan untuk mobilisasi mobil balap dari Jakarta atau dari Surabaya menuju Sirkuit Mandalika, menurut Rifat memiliki perhitungan yang sama bila dibandingkan pengiriman dari satu negara ke negara lainnya.
“Sekarang begini aja, ongkos pengiriman mobil dari satu negara ke negara lain berapa? Contoh untuk Ferrari Challenge atau Lamborghini Super Trofeo, berapa dibandingkan dengan dari Jakarta ke Mandalika atau dari Surbaya ke Mandalika bolak-balik. Itu sama aja harganya kaya pindah negara,” tegasnya.
“Sementara kita juga perlu mendukung Mandalika, kenapa? Karena Sirkuit Mandalika itu hadir dengan konsep berbeda dan ambience yang berbeda.. Full international circuit, very good looking, very good view, dan dateng ke sana bukan cuma balapan tapi berpariwisata bersama pembalap, jadi kita harus balance kiri dan kanan,” pungkas Rifat. (*)